Tampilkan postingan dengan label article. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label article. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 April 2011

Baby and Me

  • Sutradara: Kim Jin-Young
  • Tanggal Rilis:14 Agustus 2008
  • Pemain:  Jang Geun Suk, Kim Byeol
Joon-soo (Jang Geun Suk) adalah seorang siswa SMA yang pemberontak dan suka mencari masalah. Karena itulah orang tuanya memberikan ultimatum dengan meninggalkannya sendirian di rumah agar mendapat pelajaran.

Di samping itu, ada seorang cewek yang luar biasa cerdas, Byeol Kim (Kim Byeol), tetapi ia berhenti sekolah sejak SMP karena tidak disukai teman-teamannya. Namun setelah bertemu Joon-Soo, ia langsung terpesona dan memutuskan untuk kembali bersekolah di tempat yang sama dengan Joon-Soo. Awalnya Joon-Soo merasa sangat terganggu dengan kehadiran Kim Byeol yang terus mengikutinya.

Suatu hari, ketika Joon-Soo sedang berbelanja, ia meninggalkan troli belanjaannya dan ketika kembali ia menemukan bayi dalam trolinya. Ia langsung melaporkannya ke polisi, dan tanpa diduga terdapat surat yang menyatakan bahwa ia adalah ayah dari bayi itu (Woo ram).  Ia pun langsung mencari  tahu siapa ibunya dengan menanyakan kepada semua wanita yang pernah dikencaninya, namun tidak ada yang mengaku.

Akhirnya dengan terpaksa ia merawat Wooram, dibantu oleh Byeol Kim. Namun Joon-Soo mendapat masalah ketika ia membawa Wooram ke sekolah dan tempat kerjanya. Bahkan sampai di skors dari sekolahnya. Dapatkah ia mengatasinya? Lalu bagaimana reaksi orang tua Joon-Soo saat mengetahui hal ini? Dan benarkah Joon-Soo ayah kandung Wooram?

Jumat, 18 Februari 2011

Kau di Sampingku


              cerpen ini dibuat untuk tugas b.indonesia waktu kelas 1. enjoy reading..


               “Lan, nanti pulang jangan lupa latihan, ya!” Kata Virgo mengingatkan waktu berpapasan dengan Lana di kantin. “Pasti, kak!” Jawab Lana sambil tersenyum semanis mungkin.
            “ Ehem, ehem.” Lana mendengar sahabatnya, Dian berdeham di sebelahnya saat Virgo sudah di luar batas pendengaran. Muka Lana langsung memerah. Ia memang sudah naksir Virgo sejak awal masuk SMA, waktu Virgo memperkenalkan diri sebagai salah satu anggota OSIS saat Mabis, ia kelas xi IPA. Dan sekarang mereka sudah cukup akrab karena Lana mengambil ekskul Paskibra, yang sama dengan Virgo, apalagi sebentar lagi akan ada lomba antar sekolah yang membuat intensitas pertemuan mereka bertambah.
            Lana dan Dian masuk ke kelas karena waktu istirahat sudah habis. Lana masih tersenyum-senyum sendiri, rupanya efek dari bertemu Virgo belum hilang.
            “Seneng banget nih kayanya.” komentar Dana waktu mereka duduk di kursi mereka. Lana, Dian, dan Dana sudah bersahabat sejak masuk SMA. Meskipun baru mengenal beberapa bulan mereka sudah sangat dekat.
            “Biasalah, abis ketemu si Virgo tersayang.” kata Dian sebelum Lana sempat bicara apa-apa.
            “Apaan sih lo, Yan!” kata Lana sambil menggebuk lengan temannya itu. Namun Dana mengalihkan pembicaraan.
            “Eh, lu udah pada ngerjain PR Kimia?” tanyanya pada kedua cewek itu.
            “Udah dong!” jawab Lana dan Dian bersamaan.
***
            Akhirnya bel pulang berbunyi, setelah dua jam pelajaran Kimia yang membosankan.
            “Haaah..” Dana menguap selebar-lebarnya. “Akhirnya selesai juga, padahal gue tadi udah hampir pules.”
            Lana dan Dian tertawa.
***
            Lana buru-buru ke lapangan untuk latihan paskib setelah berpisah dengan Dian dan Dana. Ternyata anggota yang lain sudah berbaris, maka Lana langsung mengambil barisan sebelum Kak Sam, pelatih paskibra, punya alasan untuk menghukumnya. Sekilas ia melihat ke arah Virgo yang tersenyum padanya, yang membuat Lana makin bersemangat.
            Virgo memang termasuk cowok yang ganteng. Putih, tinggi, dan mukanya agak tirus. Dan yang paling Lana suka adalah matanya yang agak cekung ke dalam sehingga memberi kesan cool. Pokoknya perfect banget deh, pikir Lana.
            Matahari sangat terik seperti biasa. Lana meneguk minumannya, mereka diberi waktu istirahat setelah latihan LBB tadi.
            “Lana, mau ikut ke kantin gak?” ajak Virgo. Lana langsung menghampiri Virgo dan teman-teman yang lain, lalu berjalan berombongan menuju kantin. Ia mengambil posisi di sebelah Virgo.
            “Panas banget.” gumam Lana.
            “Kalo gak mau panas nyebur aja tuh ke empang.” Virgo menunjuk kolam yang ada di belakang sekolah dengan dagunya. Lana tertawa. “Nanti pulang mau bareng lagi gak?”
            “Mau lah, kan lumayan ngirit ongkos.” sahut Lana. Kebetulan rumah mereka searah, dan Virgo ke sekolah  naik motor. Jadi Lana sering nebeng kalau pulang paskib, apalagi kalau latihannya sampai malam.
***
            Seperti  biasa Lana baru tiba di sekolah hanya beberapa menit sebelum bel. Saat berjalan menuju pintu kelas, ia melihat dua sahabatnya lewat jendela, sepertinya sedang berbicara serius. Tapi begitu Lana melewati pintu, Dian dan Dana terlihat kaget melihatnya dan langsung terdiam lalu bersikap seolah biasa saja.
            Aneh sekali, pikir Lana. Namun ia memilih untuk tidak bertanya. “Hai.” sapanya pada mereka.
***
            Sudah lama Lana, Dian, dan Dana tidak jalan-jalan bersama. Jadi hari Sabtu itu mereka janjian untuk nonton di mall favorit mereka. Begitu sampai di sana, Lana langsung menuju 21.
            Biasanya Lana yang datang paling terakhir kalau mereka janjian. Tapi kali ini ia melihat Dana masih sendirian melihat-lihat film yang sedang diputar.
            “Hei!” sapanya. Dana agak kaget karena baru menyadari keberadaan Lana. “Dian belum dateng? Tumben.”
            “Katanya dia gak bisa ikut.” jawab Dana.
            “Hah? Kenapa? Bukannya dia yang ngajakin?” Tanya Lana heran.
            “Iya, tapi tiba-tiba nyokapnya mau pergi ada urusan, jadi dia harus jaga rumah.” jelas Dana.  
            “Oh, gitu.” Sebelumya mereka selalu jalan bertiga, entah kenapa Lana jadi merasa agak aneh kalau harus berdua saja dengan Dana. Hening sejenak. Lalu..
            “Jadi, mau nonton apa nih?” tanya Dana memulai.
            Lalu mereka mendiskusikan film yang akan ditonton.
***
            “Ah, kenapa penjahatnya gak dibunuh aja.” komentar Lana saat mereka keluar dari studio 1.
            “Kalo gitu entar gak ada hikmahnya,dong.” Dana menaggapi dengan sok bijak. Ia melihat Lana mengangkat alisnya. “Tapi filmnya seru, kan? Gue bilang juga apa.”
            “Iya, sih. Tapi kalo ada Dian pasti lo kalah suara.”
            Dana hanya mengangkat bahu. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan Lana, ia sedang senang. Diam-diam ia bersyukur karena Ibunya Dian mendadak pergi.
***
            Mereka sedang berjalan menuju Gramedia. Sebenarnya tidak ada yang mau dibeli, hanya saja sudah kebiasaan mereka untuk mengunjungi toko buku itu untuk melihat-lihat setiap kali pergi ke mall. Mereka berjalan sambil mengobrol dan tertawa. Dan terkadang mereka membicarakan Dian yang sedang merasa bosan di rumah.
            Setelah itu mereka makan, lalu langsung pulang sebelum malam. Karena rumah mereka berlawanan arah, mereka keluar dari pintu yang berbeda.
            Tadinya Lana pikir akan merasa canggung berjalan berdua saja dengan Dana. Tapi sebaliknya, malah… sangat menyenangkan.
***
            Setelah mencorat-coret kertas dengan hitungan Matematika, akhirnya Lana menyerah dan memutuskan untuk mengerjakan PRnya besok pagi saja di sekolah. Ia juga merasa lelah karena bahkan hari Minggu ia harus latihan paskibra. Tapi ia senang karena bisa bertemu Virgo. Namun kemudian pikirannya melayang ke saat-saat ia jalan bersama Dana kemarin, lalu tersenyum sendiri. Ya ampun, apa yang sedang ia pikirkan?
***
            Hari-hari berikutnya, seperti biasa setiap pulang sekolah Lana latihan paskib sampai hampir malam (pulangnya diantar oleh Virgo), terkadang ia juga mendapat dispen saat jam pelajaran karena perlombaan tinggal menghitung hari. Lana merasa sudah sangat matang dengan LBBnya, begitu juga dengan yang lain. Mereka semakin kompak. Lana jadi merasa optimis.
***
           
            Bel masuk tanda istirahat berakhir berbunyi, Lana, Dian dan Dana sudah ada di kelas. Lana sedang membereskan barang-barangnya. Ia mendapat dispen pada dua jam pelajaran terakhir untuk latihan gladi resiknya. Hari ini latihan hanya sebentar agar bisa istirahat untuk lomba besok.
            “Entar pulang tungguin gue, ya.” kata Lana pada Dian dan Dana.
            Lana berjalan ke lapangan. Yang lain sudah berkumpul, ia melihat Virgo tersenyum padanya seperti biasa, namun kali ini Lana tidak serasa melayang seperti biasa.
 Tidak lama kemudian Kak Sam datang dan memerintahkan untuk segera mengambil posisi. Latihan pun dimulai.
Bel pulang berbunyi, latihan juga selesai. Namun masih ada pengarahan dari Kak Sam untuk besok. Lana melihat Dian dan Dana keluar kelas dan melihat ke arahnya, ia memberi isyarat agar menunggunya sebentar.
Kak Sam membubarkan pasukannya dan Lana langsung mengambil tasnya di bangku koridor. Namun saat itu Virgo menghampirinya lalu berkata, “Ayo, Lan.”
 “Eh, aku bareng temen aku aja, Kak.” kata Lana sambil nyengir.
“Oh.”
Lana menggumamkan “Dah” pada Virgo dan menghampiri Dian dan Dana. Namun ia melihat mereka sedang bicara serius dan kaget saat Lana datang, persis seperti minggu lalu.
***
Mereka sudah sampai di halte, lalu menunggu bus masing-masing lewat. Bus Dian yang pertama datang, dan dia langsung naik setelah melambaikan tangan pada Lana dan Dana. Dari ujung matanya, Dana bisa melihat wajah Lana disebelahnya. Tiba-tiba ia merasakan dorongan besar untuk melakukan sesuatu. “Lana.”  panggilnya tanpa bisa dicegah.
“Ya?”
Dana tidak langsung menjawab.
“Kenapa sih?” tanya Lana sekali lagi.
Dana sama sekali tidak megerti apa yang mendorongnya, tapi ia merasa harus melakukannya sekarang. Tidak peduli apa yang dipikirkan Lana nantinya. “Eh, ada yang mau gue tanyain sama lo.”
“Apaan?” kata Lana sambil mengerutkan kening, merasa heran dengan sikap Dana yang tiba-tiba serius.
“Lo bisa.. ngelupain Virgo?”
“Apa?”
“Lo bisa ngelupain dia,” tanya Dana tegas sambil menatap ke dalam mata Lana, “dan mulai..  ngeliat gue, kali ini aja?” Dana menarik napas, “Gue suka sama lo, Lan.”
***
Jantung Lana berdebar kencang. Ia menatap Dana yang tersenyum padanya, tapi tidak terlihat sedang bercanda.
Lana menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Perasaan apa ini?
“Lo gak perlu jawab sekarang, gue tahu sekarang bukan waktu yang tepat.” Dana melihat lewat bahu Lana. “Bus lo udah ada tuh.”
Lana tersentak. Ia membuka mulut, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Jadi ia hanya berbalik dan menghapiri busnya. Ia naik dan melihat Dana melambai ke arahnya, ia balas melambai.
Kata-kata Dana tadi terngiang-ngiang di telinganya. Ia belum tahu bagaimana perasaannya, tapi saat ini suatu perasaan aneh yang menyenangkan timbul dalam hatinya. Tiba-tiba saja Lana tidak sabar ingin bertemu lagi dengan Dana.
***
Alarm di handphone Lana berbunyi keras. Lana mematikan alarm, lalu dengan malas bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Lana masih mengantuk karena semalam hampir tidak bisa tidur. Hari ini  perlombaan paskibra. Ia harus datang ke sekolah paling lambat pukul setengah tujuh.
Begitu tiba di sekolah, sudah banyak anggota paskibra dan suporter yang datang. Di antara kerumunan suporter Lana melihat Dian dan Dana sedang mengobrol. Ia menghampiri mereka. Mereka bertiga saling mengucapkan “hai”, lalu Lana memberi isyarat pada Dana untuk mengikutinya, sekilas Lana melihat Dian tersenyum pada Dana.
Lana membawa Dana keluar dari kerumunan. Lalu ia menghadap ke arah Dana dan menatapnya. Wajahnya terlihat tegang.
“Eh,” Lana memulai, “gue udah mikirin dan.. gue udah tahu jawabannya.”
Dana menelan ludah, “Jadi?”
“Gue bisa ngelupain Virgo,” kata Lana perlahan sambil berusaha mengatur napas dan debar jantungnya, “dan gue.. udah bener-bener ngeliat lo.”
“Ma-maksud lo? Lo..”
“Gue juga suka sama lo.” kata-kata itu pelan tapi juga sangat jelas.
Seulas senyum tersungging di bibir Dana. Kedua tangannya terangkat dan satu kakinya melangkah untuk mendekati Lana. Lana menahan napas dan mendadak tubuhnya kaku. Tangannya mulai melewati bahu  Lana ketika Kak Sam meneriakkan panggilan kepada para peserta lomba.
Mereka berdua tersentak, lalu tertawa kecil.
Good luck, ya!” kata Dana.
Lana melambai kepada Dana dengan senyum cerah.

***

Sabtu, 20 November 2010

Midnight Sun: Serunya Baca Pikiran Edward Cullen


Midnight sun adalah cerita Twilight yang diceritakan dari sudut pandang Edward Cullen (kalo Twilight dari sudut pandang Bella Swan). Kita bisa tahu apa aja isi pikiran vampir keren ini. Bahkan kita juga bisa tahu pikiran-pikiran orang lain, dengan kemampuan Edward membaca pikiran tentunya.
                Buat para Twilighters harus tahu gimana Edward jatuh cinta pada Bella. Sejak ketemu Bella, hidup Edward berubah dari penuh kebosanan jadi penuh siksaan. Awalnya, Edward yang mencium darah Bella lebih manis dari darah siapa pun merasa sangat tersiksa harus terus bersama dengannya. Di samping itu, yang membuat Edward frustasi adalah tidak bisa membaca pikiran Bella sebagaimana mestinya, jadi dia terus menebak-nebak isi pikiran Bella dengan caranya sendiri. Sampai tanpa disadari ia mulai protektif terhadap Bella and finally  fell in love with her.
                Setelah berusaha mengingkari bahwa dirinya mencintai Bella, Edward akhirnya menyerah dan mulai mendekati gadis kikuk itu dengan cara yang aneh. Ia berusaha bersikap jujur dan ngasih warning bahwa dirinya berbahaya, di satu sisi Edward ingin Bella takut padanya dan berusaha menjauhinya, namun di sisi lain dia ingin terus bersama Bella. It’s so funny, waktu Edward cemburu sama cowok-cowok yang mendekati Bella, terutama Mike Newton. He really wanna kill him.
                Setiap jalinan ceritanya mengingatkan kita pada cerita Twilight melalui pikiran Bella. Banyak hal-hal yang tidak pernah kita duga sebelumnya, meskipun kita sudah tahu garis besar ceritanya. Stephenie Meyer membuatnya menjadi menarik dan tetap membuat penasaran. Tahukah kalian betapa tersiksanya Edward saat harus manjauhi sekaligus mencintai Bella?
               Karena novelnya belum terbit, sekarang kita cuma bisa baca sampai chapter 12 dengan mengunduh dari internet.

Wawancara JK. Rowling


Dalam sebuah wawancara online di website nya, JK.Rowling mengungkapkan beberapa informasi tambahan yang tidak diceritakan di buku Harry Potter. Terutama tentang kehidupan dan pekerjaan trio Harry, Hermonie, Ron, dan keluarga mereka saat dewasa.
Ia mengatakan bahwa Harry menjadi Auror untuk Kementrian Sihir, kemudian menjadi kepala departemen tersebut. Dan Ginny Weasley bermain untuk tim Holyhead Harpies Quidditch, namun setelah menikah dengan Harry ia berhenti bermain, dan menjadi pimpinan koresponden Quidditch di Daily Prophet.     
Ron Weasley bekerja di toko George, Weasley’s Wizard selama beberapa waktu, lalu ia bergabung dengan Harry sebagai Auror. Hermione menemui orang tuanya di Australia, dan melepaskan mantra modifikasi memori yang ia kenakan pada mereka (baca HP Deathly Hallows). Ia bekerja di Kementrian Sihir dalam Departemen Pengaturan dan Pengendalian Makhluk Sihir, dan melanjutkan usahanya untuk meningkatkan kualitas hidup peri rumah. Kemudian ia pindah ke Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir dan membasmi penindasan hukum darah murni. Di antara trio yang lain, cuma Hermione yang melanjutkan tahun ketujuh nya di Hogwarts.
Rowling juga mengungkapkan nasib Voldemort. Setelah kematiannya, ia hidup (di alam baka) dengan wujud seperti yang disaksikan Harry di “King’s Cross”, karena semua kekejamannya terlalu sadis untuk menjadi hantu sekalipun. Ck,ck,ck..